Sudah tak diragukan lagi, bahwa sistem informasi benar-benar dapat dirasakan manfaatnya yang luar biasa, membantu memberikan kebutuhan informasi dalam sekejap. Sebagai contoh sederhana adalah pengelolaan data kependudukan, bisa dibayangkan apabila pekerjaan yang sangat kompleks ini dikerjakan secara manual, untuk mencari satu data saja bisa memakan waktu yang sangat lama dan rumit. Namun dengan menggunakan sistem, data bisa ditemukan bahkan dengan single klik.
Adanya manfaat ini bisa menjadi dorongan antusiasme bagi pemerintah baik pusat maupun daerah untuk membuat berbagai sistem informasi dalam rangka melayani masyarakat dengan lebih baik, cepat dan akurat. Namun maraknya pembuatan aplikasi ini, seringkali tidak diimbangi dengan sebuah konsep yang terintegrasi, sehinggamenimbulkan efek samping, salah satunya adalah dari redundancy data ataupun pekerjaan double entry. Mengapa hal ini bisa terjadi?
Contoh nyatanya sebagai berikut: Bappeda memiliki sistem informasi perencanaan pembangunan daerah yang mengelola data RKPD dan KUA PPAS. Data dari KUA PPAS selanjutnya akan digunakan untuk Raperda APBD. Seringkali kami menjumpai di banyak daerah bahwa aplikasi ini belum terintegrasi, sehingga ketika KUA PPAS sudah selesai dan akan diproses untuk kegiatan penyusunan APBD selanjutnya, Dinas Keuangan Daerah harus menginputkan kembali data tersebut (double entry) di sistem informasi anggaran daerah atau sistem informasi keuangan daerah, atau semacamnya. Sekecil apapun, double entryini dapat menimbulkan redundancy data ataupun mismatch data antara data di sistem keuangan dan sistem perencanaan daerah.
Solusi
Apabila sistem informasi sudah dibangun secara parsial, maka secara teknis dan dari sisi teknologi, ada beberapa solusi yang bisa dilakukan antara lain sebagai berikut:
- Auto migrasi data, yaitu membuat mekanisme data dapat terduplikasi secara otomatis di aplikasi lainnya. Tentunya hal ini memiliki tantangan untuk bisa menyamakan struktur data yang diperlukandikedua aplikasi.
- Melakukan mekanisme export import data, yaitu aplikasi perencanaan pembangunan mengekspor datanya yang kemudian bisa diimpor di aplikasi penganggaran.
- Membuat API (Application Programming Interface) di sistem informasi yang menjadi tujuan migrasi data. Untuk contoh di atas, maka Sistem Informasi Penganggaran yang membuat API, dan sistem informasi perencanaan pembangunan cukup menggunakan API tersebut untuk mengirimkan data ke sistem informasi penganggaran.
Dibalik solusi-solusi tersebut, terdapat dua syarat yang harus terpenuhi agar integrasi dapat berjalan, yaitu adanya policy dan dukungan teknis/teknologi.
- Adanya policy, dalam hal ini adalah kemauan dan turunannya. Ini adalah hal yang sangat mendasar, penting, dan pertama harus dilakukan, jika pihak-pihak yang dibutuhkan dalam proses integrasi tidak mencapai kata sepakat, maka mustahil proses integrasi bisa berhasil dengan baik.
- Teknis, untuk syarat teknis, kedua sistem informasi yang akan diintegrasikan haruslah mendukung secara teknologi. Namun dengan perkembangan teknologi yang ada saat ini, hal ini bukanlah menjadi tantangan yang berat bagi pengembang sistem informasi.
Komentar
Posting Komentar